Hukum Menggantungkan Ayat-Ayat Al-Qur’an Di Dinding, Niat Harus Diperbetulkan.. Jangan Terkejut Ramai Yang Salah..
Hukum Menggantungkan Ayat-Ayat Al-Qur’an Di Dinding, Niat Harus Diperbetulkan.. Jangan Terkejut Ramai Yang Salah..
Segala puji hanya milik Allah, dengan pujian yang banyak sesuai apa yang diperintahkanNya. Saya bersyukur kepadaNya, sedangkan Dia telah mengumumkan janji tambahan rahmat bagi orang yang bersyukur. Dan saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagiNya, meskipun ini dibenci oleh setiap orang musyrik dan kafir, dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan utusanNya, sayyid seluruh manusia, yang memberi syafa’at dan yang diizinkan untuk memberi syafa’at di Mahsyar. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepadanya, keluarganya dan para sahabatnya yang merupakan sebaik-baik sahabat dan golongan, juga kepada para tabi’in yang mengikuti mereka dengan cara yang baik, selama fajar masih tampak dan bercahaya, amma ba’du.
Sesungguhnya saya ingin memperingatkan dua hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim.
Pertama.
Bahwa kebanyakan orang menggantungkan ayat-ayat yang mulia. Mereka menggantungkannya pada dinding di tempat-tempat duduk mereka dan penggantungan (ayat-ayat) ini termasuk perbuatan bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan cara yang baik. Saya tidak mengetahui untuk apa orang-orang itu menggantungkan ayat-ayat ini !?
Bahwa kebanyakan orang menggantungkan ayat-ayat yang mulia. Mereka menggantungkannya pada dinding di tempat-tempat duduk mereka dan penggantungan (ayat-ayat) ini termasuk perbuatan bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan cara yang baik. Saya tidak mengetahui untuk apa orang-orang itu menggantungkan ayat-ayat ini !?
Apakah mereka menggantungkan ayat-ayat ini untuk penolak bala ? (Jika ini tujuannya) maka sesungguhnya penggantungan itu bukan wasilah (sarana, cara) untuk menolak bahaya. Yang hanya bisa dijadikan wasilah penolak bahaya adalah seseorang membaca dengan lisannya (ayat-ayat atau surah-surah) yang dinyatakan dalam As-Sunnah, bahwa hal itu bisa menolak bala, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْ سِيْ فِيْ لَيْلَةٍ لَمْ يَزَلْ عَلَيْهِ مِنَ اللَّهِ حَافِظً وَلاَ يَقْرَبُهُ شَيْطَانٌ حَتَّى يُصْبِحَ
“Artinya : Barangsiapa membaca ayat kursi di suatu malam, maka senantiasa Allah memberi penjagaan bagi orang itu dan tidak didekati setan hingga pagi hari” [1]
Dan ayat Kursi adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Artinya : Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi sya’faat di sisi Allah tanpa izinNya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” [Al-Baqarah : 255]
Maka menempelkan ayat ini atau yang lainnya tidak bisa melindungi mereka sedikitpun.
Apakah mereka hendak ber-tabarruk dengan menempelkan Al-Qur’an pada dinding itu ? Padahal tabarruk dengan Al-Qur’an menggunakan cara seperti ini tidak disyari’atkan, bahkan itu bid’ah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ
“Artinya : Setiap bid’ah itu sesat”
Ataukah mereka menginginkan dengan hal itu agar orang mengingat Al-Qur’an tatkala mereka mengangkat kepala kearahnya ? Namun hal ini bila kau terapkan pada kenyataan yang ada tentu engkau tidak menemukan sedikitpun pengaruh. Sesungguhnya pada semua majelis-mejelis (tempat duduk) itu, engkau tidak melihat seorangpun dari kalangan orang-orang yang duduk mengangkat kepalanya untuk membaca ayat ini atau untuk mengingat pelajaran-pelajaran dan rahasia-rahasia yang tekandung di dalamnya. Para ulama salaf berbeda pendapat : Apakah boleh bagi orang yang sakit jiwa atau sakit jasmani menggangtungkan ayat Al-Qur’an di dadanya atau meletakkannya di bawah bantalnya dengan tujuan penyembuhan dengannya, karena cara macam ini tidak pernah bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ataukah mereka (orang-orang) yang menempelkan ayat-ayat yang mulia ini hanya menginginkan menempelkannya dengan sia-sia dan sekedar pemandangan ? Sesungguhnya Al-Qur’an tidak layak dijadikan permainan sia-sia dan pemandangan yang menjadi hiasan saja. Sesungguhnya Al-Qur’an lebih tinggi kedudukannya dan lebih agung derajatnya dari sekedar dijadiakn hiasan dinding.
Oleh sebab itu, saya menyerukan kepada semua saudara-saudara kita yang telah menggantungkan agar segera melenyapkannya karena semua kemungkinan-kemungkinan yang telah kalian dengar. Seluruhnya menunjukkan bahwa menggantungkan ayat-ayat itu adalah sesuatu yang tidak layak.
Kedua.
Adapun hal yang ke dua yang ingin saya ingatkan dan saya mengkhususkannya kepada para khaththah (ahli tulisan Arab) yang suka menuliskan untuk orang lain tulisan-tulisan di atas kertas atau lainnya, yaitu apa yang dilakukan oleh para khaththah. Mereka menulis ayat-ayat yang mulia dengan selain khat Utsmani dan membentuk tulisan-tulisan ini seperti rekaan, sampai saya mendengar bahwa sebagian mereka hendak menulis firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun hal yang ke dua yang ingin saya ingatkan dan saya mengkhususkannya kepada para khaththah (ahli tulisan Arab) yang suka menuliskan untuk orang lain tulisan-tulisan di atas kertas atau lainnya, yaitu apa yang dilakukan oleh para khaththah. Mereka menulis ayat-ayat yang mulia dengan selain khat Utsmani dan membentuk tulisan-tulisan ini seperti rekaan, sampai saya mendengar bahwa sebagian mereka hendak menulis firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ
“Artinya : Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam” [Az-Zumar : 5]
Dia menulis hurup “wawu” bagaikan lingkaran, ia hendak menulis Al-Qur’an sesuai dengan makna yang dikandungnya, sedangkan hal ini tidak ragu lagi diharamkan, karena sesungguhnya lafadz-lafadz Al-Qur’an Al-Karim tidak selayaknya dibentuk dengan bentuk yang menunjukkan kehebatan penulisnya atau menarik pandangan dengan ukirannya itu, sebab Al-Qur’an diturunkan bukan untuk hiasan atau rekaan. Dan barangsiapa yang memiliki barang-barang seperti itu, maka hendaknya dia membakarnya atau menghapusnya supaya ayat Al-Qur’an tidak dijadikan sebagai permainan.
Para ulama berbeda pendapat apakah boleh Al-Qur’an ditulis dengan bukan khath Utsmani, meskipun bagi anak-anak ? Ada tiga pendapat di antara mereka tentang masalah ini.
Adapun menulisnya dengan di reka-reka, maka tidak diragukan lagi keharamannya.
Maka kewajiban kita wahai saudara-saudara adalah menghormati dan mengangungkan Kitab Allah serta menggunakannya sesuai dengan maksud diturunkannya, yaitu sebagai pelajaran dan obat penyakit hati dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum mukminin, dengarlah hikmah penurunannya di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Artinya : Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadaMu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” [Shaad : 29]
Al-Qur’an turun bukan untuk digantung di tembok dan direka-reka dalam penulisannya.
Sebagaimana dalam penggantungan di tembok, maka ada keharaman lain yang saya kira tidak seorangpun yang tidak mengetahuinya. Sesungguhnya majelis-majelis yang ada ayat-ayat Al-Qur’an di dindingnya terkadang menjadi majelis permainan haram, terkadang ada ghibah, bohong, makian-makian, dan perbuatan-perbuatan haram lainnya. Maka semua ini kenyataan sebagai pengolok-olokan terhadap Kitab Allah yang ada di atas kepala mereka, orang-orang yang hadir, sedangkan mereka sedang bermaksiat kepada Allah di depan ayat-ayat Kitab Allah.
Dan ketahuilah –semoga Allah merahmati kalian- sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat, sedangkan setiap kesesatan (tempatnya) di Neraka.
[Disalin dari kitab 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penulis Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Penerbit Darul Haq]
No comments